Kamis, 12 Agustus 2010

DISKUSI ORANG-ORANG BATAK DARI TANJUNGBALAI

Siapakah penduduk Asli kota Tanjungbalai ? Secara de facto penduduk Tanjungbalai ini sejak lama didiami penduduk yang terbagi dua kelompok besar yakni masyarat Keturunan Melayu dan masyarakat keturunan Batak. Masyarakat Keturunan Batak yang sejak dahulunya mendiami Kota Tanjungbalai mayoritas beragama Islam. Sehingga tak heran jika rata-rata penduduk Tanjungbalai memiliki marga walaupun hanya sedikit yang mengetahui dan memahami seluk beluk marga yang ia sandang.

De facto, jumlah penduduk keturunan Melayu sangat sedikit jika dibandingkan dengan penduduk Keturunan Batak. Dan konon penduduk Keturunan Melayu inipun dikatakan pendatang, sebab tak sedikit orang Melayu di Tanjungbalai mengaku turunan dari Melayu yang ada di Semenanjung Malaysia.

De facto, di Tanjungbalai pernah ada sebuah Istana sebagai simbol sejarah adanya sebuah kerajaan kecil disini.Dilihat dari struktur bangunannya, istana ini sangat jauh berbeda dibanding istana-istana kerajaan Melayu di merata daerah sekitar Sumatera ini. Arsitekturnya tidak dekat dengan wajah Melayu justru sangat dekat dengan arsitektur Belanda atau Eropa... sehingga tidak salah kalau timbul sebuah pertanyaan..benarkah istana itu istana kerajaan Melayu Tanjungbalai ?

Lantas..ada lagi sepenggal kisah yang mengatakan adanya hubungan antara Raja Aceh dengan orang pertama yang ditemukan di Tanjungbalai ini (yang disebut Raja Margolang atau paling tidak dianggap Raja disini). Dalam silsilah Batak memang tak jelas adanya Marga Margolang tetapi ditilik dari kata mar-golang sepertinya kata-kata dalam bahasa batak artinya memakai-gelang (tidak jelas apakah orang tersebut benat memakai gelang atau tidak). Lalu tidak jelas pula ada atau tidak hubungan istana Raja Melayu tersebut dengan si Raja Margolang itu.

Logikanya adalah, adanya istana tentulah diawali adanya seorang raja dan rakyatnya, istana adalah simbol kekuasaan seseorang atau sekelompok orang atas wilayah dan penduduk disekitarnya. Demikian pula asal-usul orang Batak di Tanjungbalai, disepakati merupakan turunan raja-raja Batak yang ada di daerah sekitar Simalungun,Toba,Samosir. Dalam sepenggal sejarah raja-raja Batak di Simalungun dan Toba serta Samosir akhirnya keturunannya menyebar keberbagai wilayah sekitar Sumatera Utara ini. Bahkan salah satu turunan raja Batak bernama Sinaga merantau hingga kewilayah Asahan (Tanjungbalai sekawasan dengan wilayah ini).

Dikalangan masyarakat Tanjungbalai dikenal istilah "masuk melayu" sebutan untuk anak yang akan dikhitankan (disunnat). Orang Batak di Tanjungbalai hingga sekitar tahun 60-an menyimpan identitas marganya dengan cara menyingkatnya dibelakang nama aslinya (mis ; Pardamean.S.) beda dengan orang Batak di Toba (mis; P.Sinaga). Yang menarik dari persoalan ini adalah;..."mengapa orang-orang Batak di Tanjungbalai ketika itu harus menyimpan kejelasan marganya ? (pada hal marga adalah kebesaran orang Batak/Identitas yang perlu di hormati), apakah ada hubungannya dengan persoalan agama,budaya....lalu berbenturan dengan agama dan budaya siapa ...? Seberapa hebatkah akibat perbenturan budaya itu (kalau memang ada) hingga orang-orang Batak di Tanjungbalai itu menghilangkan/menyembunyikan ke Batak an nya?. Jangan-jangan kerjaan orang Belanda saja. Sama halnya orang Batak yang dipecah belah Belanda dengan menggunakan issue agama (khususnya Islam dan Kristen) pada hal kedua agama itu bukan merupakan agama yang lahir didalam kebudayaan Batak itu sendiri.

Ada lagi yang unik..beberapa orang Tanjungbalai selalu menyebut orang (yang kebetulan beragama Kristen) adalah orang Batak (padahal dia sendiri orang Batak). Harus diakui waktu itu bahwa orang-orang tua (yang beragama Islam dan turunan Batak) di  Tanjungbalai sangat membatasi pergaulan anak-anaknya dengan orang-orang yang bergama kristen (kebetulan mereka orang Batak). Jadi istilahnya Batak = Kristen. Bahkan setiap yang bermarga ketika itu dianggap kristen. Tetapi perlu ditegaskan , tidak ada sejarah yang mencatat bahwa di daerah ini pernah terjadi konflik berdarah antara orang Islam dan orang Kristen demikian pula antara orang keturunan Melayu dengan keturunan orang Batak. Aneh.....memang ! semuanya berjalan dengan baik dan harmonis. (Catatan : orang Batak Tanjungbalai yang dimaksudkan dalam diskusi ini adalah yang nenek-nenek mereka sudah lahir,besar di Tanjungbalai ini pada kisaran tahun 68 ke-bawah.

Yang menarik untuk didiskusikan adalah :
1. Siapakah Raja Si Margolang itu secara menyeluruh.
2. Siapakah pemilik awal Istana Raja di Tanjungbalai itu.
3. Apa perbedaan wilayah Raja Margolang dengan Raja Melayu
4. Bgm peran Penjajahan Belanda dalam memecah-belah orang-orang Batak yang beragama Islam dengan yang beragama Kristen ?
5. Bgm peran penjajah Belanda memecah-belah orang Melayu dengan orang Batak yang
beragama Islam dan sudah lama berada di Tanjungbalai itu ?
6. Sejak kapan orang-orang turunan Batak ini tinggal di wilayah Tanjungbalai ?
7. Sejak kapan orang-orang turunan Melayu ini tinggal di wilayah Tanjungbalai ?
8. Benarkah raja-raja Melayu di Tanjungbalai ini keturunan Raja-raja Melayu di
Malaysia ?

Dalam pranata sosial, kajian-kajian sejarah itu perlu. Ingat yang paling kehilangan garis kehormatan keturunan dalam konteks ini adalah orang-orang Batak Tanjungbalai seperti yang sudah disebutkan diatas. Dikalangan orang Batak yang dari Simalungun,Toba,Samosir mereka dianggap setengah Batak (bahkan bukan Batak), dikalangan orang Melayu mereka tidak dianggap Melayu (paling setengah Melayu lah/pengakuan berdasarkan kasihani tidak mutlak/terhormat).

Dalam kehidupan masyarakat, apapun alasannya pengaruh garis keturunan sangatlah besar, bahkan gara-gara itu bisa kelompok masyarakat tertentu (apalagi minoritas) terisolasi,terdiskriminasi atau terananiaya secara psikhis maupun fisik. Dan perlu diingat bahwa sekecil apapun dan dalam bentuk apapun penganiayaan itu namanya tidak adil,tidak manusiawi.

Orang yang tidak bisa mempertahankan identitasnya oleh perlakuan orang lain bisa dikategorikan penganiayaan sosial yang bisa pula berujung pada penganiayaan ekonomi, budaya dan politik.

Ayo kita diskusi tentang ini agar tidak ada lagi manusia Indonesia yang kehilangan identitas sosial dan kebudayaannya. Agar tidak ada lagi manusia yang merasa diabaikan hak-hak sosial dan budayanya.

1 komentar:

  1. Sedikit informasi, dari literatur yang pernah saya baca, dahulu sultan iskandar muda dari kerajaaan aceh mempersunting putri dari Raja Simargolang pada saat beliau singgah di balai diujung tanjung. Kemudian sultan iskandar muda memiliki anak dari putri raja simargolang. Anak tersebut diberi kekuasaan Kesultanan asahan, sedangkan keturunan dari anak lelaki raja simargolang iri lalu kesultanan asahan terbagi dua. Satu kesultanan Asahan (sudah memeluk islam) yang meliputi daerah tanjungbalai dan satunya lagi bernama kerajaan Asahan ( belum memeluk islam) meliputi kisaran hingga bandar pulau. Jika salah mohon dikoreksi... thanks... salam anak Tanjungbalai,,,

    BalasHapus

Sampaikan komentar anda yang bersifat membangun dan mendidik.